Aku menulis ini ketika aku sadar tak akan ada yang bisa dikembalikan
seperti dulu lagi. Aku menulis ini ketika aku berpikir bahwa kamu memang
tak pernah menginginkanku sejak dulu. Rendahnya kepekaanku membuatku
jatuh terlalu dalam pada sebuah perasaan yang tak semestinya.
Aku mulai mencintaimu, mulai membiasakan diri ada kehadiranmu, dan
mulai percaya yang kaurasakan juga cinta. Setiap kausapa aku, setiap
tatap matamu menyentuh hangat tatap mataku, dan setiap kau kirimkan
candaan di pesan singkatmu itu. Aku percaya ini cinta. Dulu, aku takut
mengartikan kata-katamu dan segala kalimat-kalimat manis itu adalah
salah satu respon bahwa kau juga punya perasaan yang sama. Beberapa
waktu yang lalu, aku begitu percaya diri dan begitu mempercayai bahwa
kamu hanya memiliki aku, aku satu-satunya dihatimu. Namun, ternyata,
akupun bisa salah. Salah mengartikan isyarat yang kau berikan. Harusnya
aku menyadari bahwa terlalu tinggi jika mengharapkan kamu berada
disisiku, terlalu mimpi jika menginginkan kamu menjadikanku pertama
dalam hatimu, dan terlalu tolol menganggap perhatianmu yang tak hanya
diberikan untukku.
Pada akhirnya aku sadar, aku hanyalah pelarian tempat kamu
meletakkan kecemasan. Aku hanyalah persinggahan, ketika kamu lelah untuk
berjalan. Betapa bodohnya aku bisa begitu mencintai seseorang yang
bahkan meletakkan hatinya pada banyak orang, hati yang katanya hanya
kamu berikan untukku
Aku tak menyangka jika orang yang begitu halus membisikkan cinta,
begitu manis mengucapkan rindu, dan begitu mudah berkata sayang adalah
orang yang harusnya dari awal tidak kupercayai gerak geriknya. Kamu tak
tahu betapa aku begitu tergoda akan kehadiranmu. Kamu tak sadar betapa
aku inginkan sebuah penyatuan, meskipun kita berbeda. Kamu tak paham
betapa cinta mulai mengetuk pintu hatiku dan aku mulai mengizinkan kamu
berdiam disana
Mengapa begitu mudah menjatuhkan air mata untuk kamu yang tak pernah
menangisiku? Mengapa rindu begitu sialan karena menjadikanmu sosok yang
paling sering kusebut dalam doa? Mengapa cinta begitu tidak masuk akal
ketika perkenalan singkat kita ternyata berujung pada hal yang tak
kuduga? Kau tak tahu betapa sulitnya melupakan perasaan yang sudah
melekat, betapa tidak mudahnya menghilangkan kamu dari hati dan otakku.
Cinta ini datang begitu mudah dan entah mengapa menghilangkan begitu
susah
Sinar pesonamu, membutakan segalaku. Begitu mudah aku terjebak
bayang-bayang yang kupikir nyata. Begitu gampangnya aku terjerumus pada
kesemuan yang tak pernah jadi kenyataan. Harus kularikan kemana cinta
yang makin dalam ini? Harus kubuang kemana rindu yang tiba-tiba sering
berujung air mata ini? Haruskah aku bilang padamu?
Pertanyaan tentang perasaanku telah terjawab, walau tak kau jawab
secara langsung. kau tak punya perasaan sedalam yang kuberikan, kau tak
merindukanku sedalam yang sering kulakukan, dan kau memang tak ingin
menjadikanku yang pertama. Ah, pernahkah kau rasakan menjadi sosok yang
selalu diletakkan di nomor sekian?
Suatu saat nanti kita akan bertemu lagi dengan kebahagiaan
masing-masing. Kau merangkul kekasih barumu dan memperkenalkan padaku.
Aku menggenggam erat jemari kekasihku yang berhasil menghapus luka di
hari-hariku. Lalu, kita menertawakan masa lalu, betapa dulu aku dan kamu
pernah begitu lucu
Terima kasih untuk tawa yang kau titipkan pada setiap candaanmu di
ujung malam. Sekarang, aku sadar, betapa sosok yang pernah membuatku
tertawa paling kencang juga adalah seseorang yang bisa membuatku
menangis paling kencang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar